Bandar Lampung, – Sengketa kepemilikan lahan di kawasan Lebak Budi, tepatnya di sekitar Pasar Bambu Kuning, Bandar Lampung, hingga kini masih menyisakan tanda tanya besar. Ketidakjelasan status dan riwayat kepemilikan lahan ini pun menarik perhatian DPRD Provinsi Lampung.

Anggota Komisi III DPRD Lampung, Yozi Rizal, menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti persoalan ini dengan meminta klarifikasi dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Lampung.

“Kami akan mempertanyakan kepada BPKAD mengenai status awal lahan tersebut dan bagaimana prosesnya hingga bisa berpindah tangan. Saat ini kami masih melakukan inventarisasi, dan BPKAD meminta waktu untuk menyampaikan data yang valid,” ujar Yozi kepada media ini, Rabu (30/7/2025).

Lebih lanjut, Yozi menegaskan bahwa jika lahan tersebut berstatus Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Guna Bangunan (HGB), maka DPRD akan mempelajari lebih jauh proses pembebasannya. “Kami akan segera memanggil BPKAD untuk dimintai klarifikasi lebih lanjut,” tambahnya.

Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Nusron Wahid, menyatakan sikap tegas pemerintah terkait sengketa lahan semacam ini.

“Konflik antara pemegang HGU dan HGB sudah diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah. BPN akan melakukan penertiban. Tanah negara tidak boleh dikuasai secara semena-mena,” tegas Nusron saat kunjungan kerja di Lampung, Selasa (29/7/2025).

Terpisah, pengamat hukum dan pemerhati kebijakan publik, Benny N.A. Puspanegara, menyebut bahwa konflik Lebak Budi bukan lagi sekadar persoalan administrasi. “Jika HGU belum dilepaskan namun sudah muncul HGB di atasnya, ini indikasi kuat praktik mafia tanah. Negara tidak cukup hanya menertibkan, tapi juga harus menyeret pelaku ke ranah hukum jika ada unsur pidana,” tegasnya.

Benny mendesak Kementerian ATR/BPN dan aparat penegak hukum untuk segera turun ke lokasi. Ia juga meminta Kantor BPN Kota Bandar Lampung dan Kanwil BPN Provinsi Lampung segera membuka data status hukum lahan tersebut secara transparan.

“Pemerintah Kota Bandar Lampung tidak boleh membiarkan ada transaksi atau pembangunan apapun sebelum status tanah benar-benar jelas. DPRD provinsi maupun kota juga perlu membentuk tim khusus untuk menyelidiki penguasaan ilegal atas aset negara ini,” ujar Benny.

Lahan Negara di Tengah Kota, Tapi Siapa Pemiliknya?

Kasus Lebak Budi mencerminkan lemahnya pengawasan pemerintah dalam pengelolaan aset negara, khususnya di sektor pertanahan. Kawasan strategis ini kini dikuasai sejumlah pihak tanpa kejelasan status hukum—apakah masih HGU, HGB, atau bahkan tanah negara yang dikuasai secara ilegal.

Berdasarkan data peta interaktif BHMUI ATR/BPN, diketahui bahwa lahan pasar modern Lebak Budi saat ini tercatat sebagai Hak Guna Bangunan (HGB). Namun ironisnya, sejumlah bangunan permanen, kios, dan area komersial telah berdiri kokoh di atas lahan yang asal-usul kepemilikannya masih dipertanyakan.

Informasi di lapangan menyebutkan bahwa kawasan ini dulunya merupakan eks lahan pemasyarakatan milik negara. Namun seiring waktu, area tersebut diduga berubah fungsi dan kini diklaim oleh berbagai pihak tanpa dasar hukum yang kuat.

Jika tidak segera diselesaikan, sengketa ini bisa menjadi simbol kegagalan negara dalam mempertahankan kedaulatan atas aset-aset strategis miliknya sendiri. (Tim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *